Bagaikan disambar halilintar ketika badanku yang makin kurus dan dada yang sesak membaca hasil tes ditanganku.
“HIV Positif!! Bagaimana mungkin? Bagaimana masa depanku? Bagaimana kalau keluarga dan teman-temanku tahu? Apakah aku akan mati?” Ribuan pertanyaan berkecamuk di dalam kepala ini, hanya satu hal yang aku tidak berani pikirkan. Aku tidak berani menyalahkan Tuhan atas hantaman yang menimpaku ini. Ini semua salahku sendiri.
Aku bergumul dengan ketertarikan dengan sesama jenis / homoseksual sejak di dunia kuliah. Sebagai orang yang beriman kepada Tuhan Yesus, aku tahu ini salah, dan hatiku tidak damai menjalani dua kehidupan. Di satu sisi sebagai ‘anak baik’ yang giat melayani, disisi lain, hasrat homoseksual-ku juga tidak kubendung.
Tuhan sudah memberikan banyak kali kesempatan untuk aku sadar dan kembali. Memang ada suatu masa aku dibimbing oleh Mentor Rohani dan mulai meninggalkan gaya hidup homoseksualitas. Saat Mentor Rohani-ku tidak lagi dapat membimbingku karena tempat yang berjauhan, aku mulai terseret kembali ke dunia kelam itu. Rasa kesepian & keinginan untuk mendapatkan apresiasi dan penerimaan yang kurasakan membuat aku mencari pelarian dengan ‘bermain-main’ dalam dunia gay. Aku pikir bisa mengontrol hidupku, “sedikit saja, jangan terlalu tenggelam, ingat kamu masih orang Kristen, kamu masih melayani. Jangan sampai keterlaluan.” Tetapi sekarang semua benteng pertahananku sudah runtuh. Sesaat aku bisa merasakan bagaimana perasaan Raja Daud, ketika Nabi Nathan membongkar dosanya yang keji. Kepedihan karena tahu ada konsekuensi yang harus ditanggung. Tangisan pertobatan Daud dalam Mazmur 51 menjadi tangisan pertobatanku juga. Aku merasa tubuhku dan hatiku sudah hancur; hancur dalam hantaman kasih Tuhan. “Aku telah berdosa terhadap Engkau Tuhan. Tubuh ini, hati ini, pikiran ini. Ampuni kesalahanku dan kesombonganku yang menganggap aku bisa mengatur hidupku sendiri tanpa Tuhan. Jadikan hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!” Hati yang hancur ini ditambah dengan tubuh yang hancur pula. Seminggu awal pengobatan penyakitku, tubuhku tidak kuat menerima obat-obatan yang aku minum sehingga aku harus masuk rumah sakit. Suatu malam di Rumah Sakit, saat aku terbaring lemah, tubuhku masih menderita karena efek obat. Di tengah penderitaan ini, pikiran dan hatiku kembali kepada Tuhan, kembali meminta pengasihan dan pengampunan, dan aku hanya bisa menyerahkan apa yang tersisa dari diriku di bawah kaki Salib Tuhan. Tiba-tiba Tuhan memberikan gambaran dalam pikiranku; aku melihat sekujur tubuhku digerogoti oleh ulat dan ular dan sangat menyakitkan… tetapi Tuhan lalu menunjukkan bahwa hatiku berada disuatu kotak besi dan kotak itu dibungkus oleh cahaya, kuasa dan darah Tuhan Yesus. Aku menangis melihat pernyataan kasih Tuhan lewat gambaran ini, bahwa walaupun tubuhku diserang oleh penyakit dan tulah, tetapi Tuhan mau menjaga hatiku dengan kuasa darahNya. Tidak sampai disitu, dalam pikiranku Tuhan memberikan gambaran lain. Dalam gambaran itu aku melihat Yesus yang ada disalib, sangat menderita, mengucurkan darah dan luka disekujur tubuhnya. Dan dibelakang tiang salib itu, aku melihat diriku turut terpaku bersama Yesus. Tuhan memberitahukan arti gambaran itu: Yesus harus menderita di atas kayu salib dan mati, agar Ia dapat menyelamatkan manusia dari hukuman kekal, karena itu aku harus menderita dan ‘mati dalam dosaku’ agar aku dapat mengabarkan kepada mereka yang tersesat akan Salib Tuhan. Sungguh indah gambaran yang Tuhan berikan! Ia memberikan tujuan hidup baru bagiku, meskipun aku harus menanggung sakit ini seumur hidupku, tetapi aku akan serahkan seluruh hidupku untuk mengabarkan KasihNya yang Agung bagi mereka yang tersesat seperti aku dulu. Lagu “Di Kaki SalibMu” ini adalah titipan Tuhan yang diberikan padaku. Suatu malam sebelum tidur, dalam masa pemulihan, aku berdoa kembali mengakui semua kesalahanku dan memohon anugerah kasihNya. Tiba-tiba mulutku melantunkan lirik dan melodi lagu ini, sebagai curahan isi hatiku kepada Tuhan. Keesokan harinya, aku mengingat-ingat lagu yang semalam aku nyanyikan, aku berkata: “Tuhan, jika ini memang lagu darimu yang ingin kau pakai untuk menceritakan akan apa yang sudah Kau perbuat dalam hidupku, tolong aku untuk bisa mengingat lagu itu,” dan Tuhan menjawab doaku. Kurang dari satu jam, lirik dan melodi lagu ini sudah tertulis dalam bentuk notasi dan lirik, bahkan ketika aku menambahkan lirik bahasa Inggris, terjadi dengan begitu mudahnya. (Aku bukan seorang pengarang lagu professional, dan biasanya aku membutuhkan waktu berhari-hari untuk mengarang sebuah lagu). Saat Tuhan memberikan hantaman kasihNya, Dia ingin kita kembali kepadaNya. Seperti anak yang hilang yang menyadari bahwa semua yang lain adalah sampah, dan hanya kembali kepada Bapa saja tempat yang terbaik. Seburuk apapun keadaan kita, Tuhan Yesus sudah memberikan jalan lewat salibNya, pertanyaannya adalah apakah kita mau datang di kaki salibNya, untuk menyerahkan segala dosa dan membiarkan Tuhan memperbaharui hati dan hidup kita? Ditulis oleh: AKU yang dikasihi oleh BAPA-ku Zion Tjendana
0 Comments
Leave a Reply. |
KesaksianBerbagai kisah nyata tentang transformasi hidup dalam Kristus Yesus ArchivesCategories |